Sabtu, 02 Maret 2013

Red Hat Lepas Pengendali Big Data & Open Hybrid Cloud



Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Gelontoran data yang dimiliki perusahaan kadang sulit dikendalikan. Ujung-ujungnya, data yang harusnya bisa menjadi sumber informasi tersebut cuma sekadar menumpuk tak dapat dioptimalkan.

Melihat kondisi ini, Red Hat coba merilis solusi yang diklaim dapat mengendalikan arus liar big data tersebut, sekaligus untuk dapat menjalankan tugas-tugas analitik.

Platform infrastruktur dan aplikasi big data Red Hat diklaim cocok untuk perusahaan besar yang memiliki lingkungan open hybrid cloud. Red Hat bekerjasama dengan komunitas open cloud untuk mendukung para pelanggan big data.

Banyak perusahaan besar di seluruh dunia menggunakan infrastruktur public cloud seperti Amazon Web Services (AWS) untuk pengembangan,melakukan proof-of-concept, dan menjalani fase pra-produksi ujtuk proyek-proyek big data mereka.

Tugas-tugas kemudian dipindahkan ke private cloud mereka untuk meningkatkan kemampuan analitik untuk data yang lebih besar. Lingkungan open hybrid cloud memungkinkan perusahaan besar mentransfer tugas-tugas dari public cloud ke private cloud mereka tanpa perlu melakukan re-tool terhadap aplikasi mereka.

Red Hat sendiri terlibat dalam komunitas open cloud melalui proyek seperti OpenStack dan OpenShift Origin guna membantu memenuhi ekspektasi terhadap big data di lingkungan perusahaan besar pada saat ini dan dimasa yang akan datang.

Selain itu, perusahaan ini juga akan menyumbangkan plug-in Red Hat Storage Hadoop ke komunitas terbuka Apache Hadoop untuk mengubah Red Hat Storage menjadi sistem file yang kompatibel dengan Hadoop yang mendapat dukungan penuh untuk lingkungan big data.

"Dengan penawaran kelas enterprise yang sesungguhnya, Red Hat memanfaatkan kekuatan komunitas open source untuk menyediakan berbagai pilihan kepada para pelanggan big data kami dalam hal teknologi, penerapan, lingkungan, dan mitra," ujar Ranga Rangachari, Vice President & General Manager Storage Red Hat.

Ashish Nadkarni, Research Director Storage Systems & co-lead, Big Data Global Overview IDC menambahkan, Red Hat secara eksklusif memiliki posisi yang unggul dalam solusi big data enterprise, pasar yang diharapkan IDC tumbuh dari USD 6 miliar pada tahun 2011 menjadi USD 23,8 miliar pada tahun 2016.

"Sebagai kontributor terdepan dalam komunitas open source yang mengembangkan teknologi-teknologi penting untuk IT stack big data - dari Linux hingga Open Source Origin dan Gluster - Red Hat akan terus memainkan peran penting dalam Big Data," pungkasnya, dalam keterangan tertulis.
Read More ->>

Developer Game Pilih iOS dari pada Android



Ilustrasi (ist)
Jakarta - Android boleh saja menjadi OS terpopuler di dunia dengan market share di kisaran 60%. Namun sebagian developer game tetap memprioritaskan platform iOS Apple ketimbang Android. Mengapa?

Game dengan kategori best selling seperti Angry Birs, Where's My Water? ataupun Bridge Constructor pertama kali muncul di iOS. Sebelum kemudian menyambangi Android.

Beberapa developer menyatakan mereka akan melihat dulu apakah game buatannya sukses di iOS sebelum dimasukkan ke toko aplikasi Android. Produsen game Waking Mars, David Kalina, menyatakan game buatannya terjual 140 ribu di iOS dan hanya 5.000 di Android.

Salah satu masalah yang dikeluhkan developer game di Android adalah tingkat pembajakan game yang tinggi. Dan bagi developer dengan budget kecil, mereka memilih untuk fokus di satu platform saja.

"Kami harus memilih satu platform sebagai fokus utama. iOS menang karena game di sana masih menghasilkan uang dan hanya punya sedikt masalah soal fragmentasi perangkat," kata Kepa Auwae dari Rocketcat Games.

Apple sampai saat ini hanya merilis 20 perangkat iOS yang berbeda, sedangkan perangkat Android sangat beragam jenis dan kemampuannya. Pembuat aplikasi Open Signal menyatakan aplikasi buatannya digunakan di sangat banyak perangkat Android yang berbeda.

"Dari perspektif uji coba dan kualitas, lebih baik jika Anda hanya membuat game untuk katakanlah iPad 2 dan versi barunya, dibandingkan dengan banyak tablet Android yang harus Anda beli dan uji," kata Greg Kasavin dari Supergiant Games.

Namun memang Android semakin dilirik. Terlebih sekarang ada teknologi seperti Unity yang membuat porting game dari iOS ke Android lebih mudah.

"Popularitas Android tidak bisa dibantah. Jadi saya pikir adalah bijaksana untuk memperhatikannya," ucap Kasavin yang detikINET kutip dari Wired, Jumat (1/3/2013).
Read More ->>

Fitur-fitur Keren di Kacamata Pintar Google

Jakarta - Google Glass, kacamata pintar buatan Google, kabarnya akan dipasarkan tahun ini. Produk ini memiliki beragam kecanggihan.

Dalam video demonya, pada dasarnya Google Glass memiliki fitur yang ada di smartphone Android. Bahkan pendiri Google Sergey Brin yakin Google Glass bisa menggantikan smartphone. Namun cara penggunaannya mungkin sedikit berbeda yang mengandalkan perintah suara.

Fitur keren apa saja yang mungkin ada di Google Glass saat dipasarkan nanti? Berikut gambarannya yang diambil dari video demonstrasi Google Glass, seperti dikutip detikINET dari PCMag, Jumat (29/3/2013).

 

1. Tampilan Menu

Layar kecil di Google Glass akan menampilkan beragam menu yang mirip-mirip dengan ikon di smartphone. Dari menu kamera, reminder, setting, pemutar musik digital dan sebagainya.

Fitur reminder mungkin akan muncul seperti di atas. Di mana jika ada pertemuan pennting, akan muncul pengingat semacam ini.

2. Kondisi Cuaca & Dikte Teks

Google Glass dapat menampilkan kondisi cuaca terkini di lokasi pengguna, seperti di smartphone. Tampilannya diilustrasikan seperti di bawah ini.

Kacamata pintar ini juga dapat diperintah dengan suara melalui built in mikrofon. Bisa dipergunakan untuk mengetik kalimat pesan instan cukup dengan mengatakannya saja. Selain itu, perintah suara juga dapat dipakai untuk melakukan bermacam fungsi lain seperti menjepret foto atau melakukan pencarian via internet.

3. Informasi penting & Navigasi

Kacamata Google ini dirancang dapat menampilkan berbagai informasi penting. Misalnya seperti diilustrasikan dalam gambar ini, di mana pengguna akan dibertahu jika ada jalur transportasi yang tidak dapat dipergunakan.

Juga ada fitur perpetaan untuk menunjukkan arah secara praktis. Sedangkan fitur navigasi turn by turn directions akan membimbing pengguna ke arah yang diinginkan.

4. Peta interior & Sharing Lokasi

Selain peta di luar ruangan, Google Glass juga kemungkinan bisa menunjukkan peta dalam ruangan termasuk arah untuk navigasi. Meski mungkin terbatas di gedung-gedung tertentu saja.

Dengan menggunakan fitur Google Latitude, user juga bisa berbagi lokasi dengan pengguna lain. Cukup berguna agar cepat menemukan teman jika melakukan janji ketemuan di keramaian.

5. Menjepret Foto & Telepon

Seperti halnya di smartphone, Google Glass juga dapat mengambil foto dan merekam video. Kualitasnya memang belum diketahui, tapi kemungkinan lumayan baik. Berikut ini adalah ilustrasi rekaman video yang diambil memakai Google Glass.


Selain itu, Google Glass kemungkinan juga bisa dipakai untuk menerima dan melakukan panggilan telepon. Kita tunggu saja seperti apa kemampuan sesungguhnya saat sudah siap dipasarkan nanti.




Read More ->>

Cikal Bakal Virus Nuklir Stuxnet Mulai Terkuak


ilustrasi (ist)
Jakarta - Serangan virus stuxnet sempat bikin heboh setelah dilaporkan menyasar infrastruktur nuklir Iran. Kini, setelah beberapa waktu berselang, versi awal dari program jahat ini mulai terkuak.

Adalah Symantec Security Response yang melaporkan telah menemukan perkembangan kemampuan intelijen terbaru pada cikal bakal virus yang disebut sebagai Stuxnet 0.5 tersebut.

"Stuxnet versi 0.5 ini diperkirakan beroperasi sejak tahun 2007 sampai 2009. Bahkan tak menutup kemungkinan lebih awal lagi penyebarannya," kata Symantec dalam keterangannya yang diterima detikINET, Jumat (1/3/2013).

Symantec menambahkan, Stuxnet versi ini memiliki mekanisme serangan yang sama sekali berbeda dengan versi sebelumnya.

Selain mengacaukan kecepatan sentrifugal pengayaan uranium, Stuxnet 0.5 dirancang untuk menutup katup-katup penting yang mengalirkan gas uranium hexafluoride ke dalam sentrifugal tersebut sehingga menyebabkan kerusakan parah pada sentrifugal dan sistem pengayaan uranium secara keseluruhan.

Selain itu, petunjuk-petunjuk pada versi awal ini mengindikasikan bahwa pengerjaan proyek Stuxnet secara keseluruhan dapat terjadi di tahun 2005 atau sebelumnya.

Stuxnet dipercaya sebagai malware yang diciptakan khusus untuk menyerang sistem infrastruktur penting suatu negara.

Memang, pada kenyataannya di lapangan, program jahat ini sempat digunakan untuk menyerang program nuklir di Iran pada tahun 2010 lalu.

Meski tidak diungkapkan secara detail, temuan virus Stuxnet sekaligus memperkuat pandangan yang berkembang bahwa ada suatu negara yang menggunakan serangan cyber untuk menargetkan negara lain.
Read More ->>

Senin, 25 Februari 2013

Mereka yang Jadi Bulan-bulanan Hacker China

Jakarta - Para peretas dari Negeri Tirai Bambu selama ini memang dikenal dengan aksinya di kalangan under ground. Tak jarang, target yang dibidik adalah para 'raksasa'.

Sebut saja nama Google, Apple, perusahaan minyak, hingga lembaga pemerintah Amerika Serikat sempat jadi bulan-bulanan hacker China.

Namun soal sosok yang menjadi dalang di balik akse penyerangan tersebut hingga saat ini masih abu-abu. Yang pasti sejumlah laporan cuma menyebut itu berasal dari Negeri Tirai Bambu.

Berikut beberapa aksi yang dikaitkan dengan aktivitas para peretas dari China seperti dikutip detikINET dari PCMag, Senin (25/2/2013):

1. Google

Pada tahun 2013, Google mengungkap adanya serangan yang disebut berasa dari China. Tujuan dari aksi diklaim untuk mencuri intelektual properti dari raksasa internet itu.

Investigasi lebih lanjut kemudian menjabarkan bahwa serangan tersebut diketahui tak hanya menyasar Google seorang. Namun juga melandar sekitar 20 perusahaan lain dari aksi yang sama.

Tak berhenti sampai di situ, setahun berselang atau di tahun 2011, Google juga dilaporkan diserang oleh peretas yang mengincar data akun dan password di Gmail.

Lebih khusus, data-data yang diincar merupakan milik pejabat pemerintah, aktivis, dan jurnalis.

2. Satelit AS

Satelit milik pemerintah Amerika Serikat juga sempat dilaporkan menjadi aktivitas penyusupan oleh peretas dari China.

Kejadian ini berlangsung dalam kurun waktu 2007 hingga 2008 dan terjadi setidaknya selama empat kali.

Menurut sebuah laporan yang diungkap di tahun 2011, pelaku diduga kuat juga berasal dari jaringan hacker China.

Tidak disebutkan apa tujuan dari serangan itu, namun yang pasti hal ini kembali menyudutkan para peretas dari Negeri Tirai Bambu.

3. Perusahaan Minyak

Tak cuma lembaga pemerintah dan raksasa internet, hacker China juga diketahui pernah membidik perusahaan minyak yang sebagian besar milik negara-negara barat.

Menurut laporan dari perusahaan keamanan McAfee, suatu perusahaan minyak dan gas yang tidak disebutkan namanya sempat disusupi sistemnya pada November 2009 silam.

Pelaku dilaporkan coba menyusup demi mendapatkan informasi rahasia dari perusahaan tersebut. Sayang, tidak disebutkan lebih lanjut oleh McAfee, soal data apa yang diincar.

Namun diketahui bahwa pelaku menerobos dari server yang berada di Amerika Serikat dan Belanda.

4. Kadin AS

Chamber of Commerce United States of America alias Kadin Amerika Serikat juga sempat diketahui menjadi korban penyusupan hacker China.

Aksi tersebut dilaporkan terjadi pada bulan Mei 2010 dan menyasar informasi-informasi yang tersimpan di sitem Kadin AS.

Tentu saja, Kadin AS patut khawatir terhadap data yang kemungkinan dicuri. Sebab dilaporkan, informasi yang berpindah tangan itu termasuk proses dan hasil lobi-lobi bisnis dari organisasi tersebut.

5. Dalai Lama

Hubungan pemerintah China dengan Dalai Lama yang kurang akur memang sudah jadi rahasia umum.

Akibatnya, tokoh dunia dari Tibet itu pun sempat jadi sasaran aksi peretasan.

Grup hacker yang diketahui berbasis di barat daya China dilaporkan mencoba mencuri dokumen di kantor Kementerian Pertahanan China dan kantor Dalai Lama.

Kejadian ini dilaporkan oleh sekelompok peneliti dari kanada pada tahun 2010.

6. Pembela HAM

Pada tahun 2010, aksi peretas menyasar kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) China dengan serangan distributed denial of service (DDoS).

Bahkan situs milik kelompok Chinese Human Rights Defende dilaporkan diserang hingga 16 jam oleh para pelaku.

Kelompok lain yang juga menjadi korban adalah Civil Rights & Livelihood Watch, Canyu, New Century News, dan The Independent Chinese Pen Center.

7. Facebook, Twitter & Apple

Baru-baru ini, berturut-turut sejumlah perusahaan Amerika Serikat (AS) menjadi korban hacking. Di antara korban tersebut merupakan perusahaan sekelas Facebook, Twitter dan Apple.

Nama lain yang juga tak kalah mentereng adalah The New York Times, The Wall Street Journal, The Washington Post dan Departemen Energi AS pun jadi sasaran. Belum ada pernyataan resmi mengenai siapa di balik serangan ini. Namun sejumlah temuan mengarahkan tudingan pada China.

Perusahaan keamanan cyber Mandiant menduga, militer China melakukan operasi spionase cyber yang canggih terhadap puluhan perusahaan AS dan Kanada. Kesimpulan sementara ini didapat berdasarkan hasil temuan mereka.

Sebanyak 60 halaman laporan yang mereka rilis, memperlihatkan adanya keterkaitan serangan dengan sekelompok hacker China dan pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut.

Seperti dilansir CNN, Rabu (20/2/2013), hasil pelacakan Mandiant bermuara pada jaringan spesifik di Shanghai. Beberapa di antaranya bahkan mengarah pada markas salah satu kelompok militer rahasia China.

Satu hari setelah dugaan diarahkan ke China terkait aksi hacking yang menimpa sejumlah perusahaan besar Amerika Serikat (AS), pemerintah China langsung merespons tudingan tersebut.

Dilansir The New York Times, Departemen Pertahanan China membantah tudingan itu salah besar. Menurut juru bicara Departemen tersebut, laporan firma keamanan cyber Mandiant salah besar.

Pada konferensi pers di Beijing, Departemen Pertahanan China mengatakan tuduhan tersebut telah mencoreng reputasi mereka. Juru bicara Departemen itu bahkan menantang untuk membuktikan hasil riset Mandiant.

Disebutkan sang juru bicara Geng Yansheng, justru China yang telah menjadi korban serangan cyber yang berasal dari AS. Menurutnya, Mandiant telah salah dalam mengenali aktivitas cyber China.

"Militer China memerintahkan untuk tidak mendukung aktivitas hacking apapun. Klaim yang disebutkan Mandiant bahwa militer China menjadi dalang spionase internet tidak punya bukti kuat," tegasnya.
Read More ->>

Popular Posts

Kakashi Turning Into A Stump